Selasa, 12 Maret 2013

PASAR TUNGGAL ASEAN Kesiapan Ekonomi Nasional Mencemaskan


Ichsanuddin Noorsy, Ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).JAKARTA (Suara Karya): Kesiapan ekonomi nasional dalam menyongsong pasar tunggal ASEAN mulai tahun 2015 sungguh mencemaskan. Pasar tunggal ASEAN sulit diharapkan menjadi faktor yang menguntungkan karena tenggat waktu yang tersedia (4 tahun) untuk membangun kesiapan dan persiapan relatif tak akan memadai   lantaran kondisi ekonomi nasional telanjur amburadul.Dalam konteks itu pula, dunia usaha nasional diperkirakan tidak mampu memanfaatkan pasar tunggal ASEAN itu. Terlebih lagi, akibat ekses perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA) sejak tahun lalu, orientasi dunia usaha nasional cenderung berubah menjadi sekadar pedagang, bukan lagi produsen.Demikian rangkuman pendapat ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Ichsanuddin Noorsy dan Ketua Dewan Pakar Koperasi Indonesia (Dekopin) Teguh Boediyana di Jakarta, Senin (9/5). Turut memberikan komentar mengenai kerja sama negara-negara ASEAN dalam menyongsong pasar tunggal ASEAN adalah Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto.Mereka dimintai pendapat berkaitan dengan hasil KTT ASEAN di Jakarta pekan lalu. Forum tersebut antara lain memutuskan bahwa pasar tunggal ASEAN tetap dilaksanakan mulai tahun 2015.Bagi Ichsanuddin Noorsy, kesepakatan KTT ASEAN di Jakarta tentang pasar tunggal ASEAN tidak lebih sekadar menjalani peta jalan (road map) Kelompok Negara Dua Puluh (G-20). Peta jalan tersebut, katanya, di banyak negara tidak bisa dijalankan."Dengan peta perdagangan kita yang lemah sekarang ini, maka pasar tunggal ASEAN sulit bisa mendatangkan manfaat bagi kepentingan ekonomi nasional," kata Noorsy.Menurut dia, kesiapan ekonomi nasional -- industri pengolahan, khususnya--memasuki perdagangan bebas bisa diukur dari faktor daya saing yang terdiri atas empat komponen, yaitu harga relatif murah, kualitas bagus, pasokan terjaga baik dengan biaya rendah, serta inovasi tak pernah mandek.Noorsy berpandangan, dalam ekonomi nasional, keempat komponen daya saing itu justru begitu lemah. Karena itu, dia cemas bahwa pasar tunggal ASEAN bagi ekonomi nasional tidak menjadi berkah, tetapi malah membawa petaka. Yaitu bahwa ekonomi nasional sekadar menjadi pasar bagi produk-produk negara lain, sementara produk nasional sendiri sirna dari percaturan."Karena itu, pernyataan (pemerintah) siap tidak siap mengikuti perdagangan bebas ini sungguh tidak bijaksana. Pemerintah sebenarnya berpihak kepada siapa?" ujar Noorsy.Dia lalu menekankan bahwa struktur kebijakan pemerintah mengenai semangat mengikuti pasar bebas ini telah melanggar alinea pertama pembukaan konstitusi negara dan Pasal 33 UUD 1945 yang tegas mengatur, mengenal, dan memutuskan penguasaan hajat hidup orang banyak oleh negara, sehingga arah kebijakan ekonomi tidak benar-benar bersifat komersial.Sementara itu, Teguh Boediyana menilai, pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN berpotensi mempersulit ruang gerak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia. Menurut dia, UKM di dalam negeri niscaya tidak berdaya seperti dalam konteks CAFTA mulai tahun lalu.Menurut Teguh, UKM Indonesia masih terkendala rendahnya daya saing produk maupun kualitas sumber daya manusia (SDM). "Selama ini, pemberdayaan UKM, khususnya pada skala mikro dan kecil, tidak berdasar konsep dan arah yang jelas," katanya.Teguh juga menyebutkan, selama enam tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sinergisitas para pemangku kepentingan dalam membangun UKM sangat rendah. "Presiden selama ini seolah tidak melihat bahwa aparat dan para menteri banyak yang berpola pikir egosektoral dan tidak membangun harmoni atau sinergi dalam memberdayakan UKM," tuturnya.Apalagi sebagian banyak UKM adalah pelaku sektor informal. Karena itu, sulit bagi mereka untuk berdaya saing secara individual. "Mestinya UKM disinergikan dalam institusi koperasi," katanya.Teguh menambahkan, sudah saatnya pemerintah melakukan konsolidasi untuk membangun sektor UKM-nya. Sebab, jika tidak ada keseriusan pemerintah, kata dia, maka UKM Indonesia terancam hanya akan menjadi retailer produk negara ASEAN lainnya.Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto mengatakan, ASEAN bisa menjadi kawasan ekonomi terbesar kesembilan di dunia jika memosisikan sebagai kawasan terbuka terhadap dunia internasional dan melibatkan komunitas."ASEAN ke depan, jangan hanya membuka pasar, tapi juga harus membuka jasa, yakni menyediakan dan menerima tenaga kerja profesional, terampil, maupun tenaga kurang terampil," kata Airlangga Hartarto.Untuk itu, Airlangga mengusulkan gagasan tersebut di hadapan peserta "The 8th ASEAN Leadership Forum" yakni para pengusaha ASEAN. Menurut dia, usulan tersebut tidak hanya penting bagi pemerintah, tapi juga penting untuk bisnis komunitas dan masyarakat. "Hal yang penting harus dilakukan ASEAN harus membuka pasar sekaligus sektor jasa," katanya.Di sisi lain, dia mengatakan, ASEAN jangan hanya meminta keuntungan ekonomi, tapi juga harus sesuai dengan perputaran dari ASEAN komunitas itu sendiri. Jika mobilitas masyarakat tidak dibuka, maka tak akan ada komunitas ASEAN.Padahal untuk menyiapkan komunitas bisnis, maka harus dibuktikan dengan terbukanya peluang bisnis dan lapangan kerja yang luas. Dengan ini, maka akan terbentuk ASEAN sebagai kawasan ekonomi terbesar kesembilan di dunia. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah negara-negara di ASEAN harus membuka diri dengan membebaskan bea masuk serta investasi.Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, ada upaya percepatan ASEAN Economic Community 2015, khususnya bidang keuangan, mulai dari pasar modal, asuransi, termasuk pajak, hingga bea dan cukai.Saat ini, negara-negara ASEAN juga berharap dana infrastruktur dapat beroperasi mulai 2012 untuk mewujudkan keterhubungan (interconnectivity) negara-negara di kawasan Asia Tenggara. "ASEAN Infrastructure Fund itu kita harapkan akhir 2011 ini sudah bisa diformalkan, sehingga 2012 sudah bisa beroperasi," tuturnya.Dia menyebutkan, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan negara-negara ASEAN sepakat membentuk Dana Infrastruktur ASEAN untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur, di mana total dana yang akan dihimpun mencapai 480 juta dolar AS. "Salah satu yang ingin diwujudkan oleh ASEAN yakni ASEAN interconnectivity, maka itu Indonesia pasti akan berusaha menjaga connectivity supaya selaras," katanya. 
(A Choir/Andrian/Bayu)

Tidak ada komentar: